SUBJECTIVE PERCEPTIONS OF STRESS & COPING BY MATHERS OF CHILDREN WITH INTELLECTUAL DISABILITY A NEED ASSESSMENT
Frances Hill
Rona Newmark
And
Lesley Le Grange
University of Stellenbosch
Diterjemahkan oleh: Zaenal Alimin
Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
Sekolah Pascasarjana Uniersitas Pendidikan Indonesia
Bandung
Abstrak
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengekplorasi coping strategy yang dilakukan oleh 12 ibu dari anak tunagrahita. Penelitian ini merupakan bagian dari analisis kebutuhan kualitas hidup individu yang mengalami ketunagrahitaan pada level perkembangan yang berbeda. Partisipan penelitian ini diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam angket yang sudah divalidasi. Setelah itu partisipan diminta untuk mejawab pertanyaan-pertanyaan wawancara semi tersruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman dan perasaan partisipan dalam menghadapi anaknya yang tunagrahita meliputi: orang tua merasa marah, khawatir dan takut akan masa depan anaknya, takut anak ditolak oleh lingkungan, memiliki rasa bersalah, sedih, tetapi juga ada yang senang dan bangga. Dalam menghadapi kenyataan bahwa anak-anaknya tunagrahita, partisipan melakukan tindakan (coping strategy) yaitu mencoba berpikiran bijaksana, mencoba mencari dukukangan sosial dan emosi, ada juga yang menerima dengan pasrah. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan, sukar bagi orang tua untuk bisa menerima keadaan anaknya yang tunagrahita tanpa bantuan para profesional, orang tua membutuhkan dorongan semangat untuk memberdayakan diri mereka.
Akhir-akhir ini layanan bagi individu yang mengalami ketunagrahitaan dilandasi oleh HAM. Layanan bagi mereka tidak lagi bersipat institusional di panti tetapi dikembalikan kepada orang tua atau disebut dengan program de-institusionalisai. Oleh karena itu orang yang paling bertanggung jawab dalam penanganan anak tunagrahita berada di tangan orang tua, secara lebih khusus adalah ayah dan ibu.
Sehubungan dengan itu penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kualitas hidup anak atau individu tunagrahita yang berada di lingakungan keluarganya, dengan meng-asesmen perasaan orang tua dalam menghadapi anaknya yang tunagrahita dan coping strategy yang mereka gunakan.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama penelitain kuantitatif dan tahap kedua penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini terlebih dahulu dibentuk pilot group yang beraggotakan 4 orang partisipan dari orang tua anak tunagrahita di sekolah yang sama. Kelompok ini merupakan kelompok uji coba instrumen penelitian, yang menelaah sesitivitas bahasa yang digunakan, relevansi dari pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalan angket dengan konstek budaya. Berdasarkan uji coba inilah lahir isntrumen penelitian yang dianggap valid.
12 orang partisipan (orang tua anak tunagrahita) diminta untuk menjawab dua angket. Pertama, angket tentang QRS (Questionnaires on Resources and Stress), yang meliputi 51 pertanyaan benar salah yang fokus pada bagaimana perasaan orang tua memiliki anak tunagrahita. Angket kedua tentang mengungkapkan coping strategy yang digunakan oleh oang tua dalam menghadapi anaknya yang tunagrahita, yang disebur WC-R (Way Coping-Rivised), terdiri dari 46 butir dalam bentuk skala Likert. Pertanyaan-pertanyaan pada skala ini mengungkap coping strategy yang dipilih oleh orang tua. yaitu a) practical coping b) wishful thinking c) stoicism d) seeking emotional social support dan e) passive acceptance.
Hasil Penelitian
Data biografi menunjukkan bahwa rentang usia partisipan antara 36-37 tahun. 10 dari 12 partisipan menyatakan bahwa anaknya yang tunagrahita memiliki saudara kandung yang tinggal berama di rumah. Sementra 2 partisipan lainnya menyatakan bahwa anaknya adalah satus-atunya (anak tunggal). 11 dari 12 partisipan mempunyai pasangan. Afiliasi agama dari partisipan mayoritas,10 parisipan beragama kristen dan 2 orang muslim. Status pekerjaan dari partisipan adalah 6 partisipan bekerja full time, 2 partisipan bekerja part time, 3 orang sebagai ibu rumah tangga dan satu orang bekerja wirausaha bersama suaminya. Dilihat dari bahasa yang digunakan, 4 orang berbahasa Inggris, pengguna bahasa Afrika 5 orang dan penggunan bahasa Ingris dan Afrika 3 orang.
Hasil analisis kuantitatif dari QSR menunjukkan bahwa tidak semua perasaan orang tua yang bersifat unik dapat terungkap, hanya aspek-aspek yang bersifat umum saja yang dapat diketahui. Oleh karena itu data yang bersifat khas dan unik dari tiap partisipan tiungkap oleh instrumen yang kedua yaitu WC-R, yang berbentuk wawancara terstruktur. Pearasaan orang tua yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
Khawatir akan masa depan anaknya yang tunagrahita
Orang tua merasa kesulitan memahami kemampuan anaknya yang terbatas
Anak tunagrahita dianggap bukan sebagai masalah dalam keluaraga
Orang tua sering merasa khwatir tetapi tidak sampai depsresi.
Setelah menganalisis dua macam angket secara terpisah, maka dilakukan perbandingan analisis antara angket QSR dengan WC-R pada setiap partisipan. Data hasil analisis perbandingan dapat dijelaskan bebagai berikut:
Orang tua (ibu) menganggap bahwa dialah orang yang paling utama dalam mengasuh anaknya yang tunagrahita, setelah anak aga besar perlu mendapat bantuan dari ayahnya
Terdapat perhatian yang kontinues terhadap perkembangan anak tunagrahita dari orang tauanya
Persepsi ibu terhadap masa depan anaknya yang tunagrahita
Perasaan Ibu tentang anaknya yang tunagrahita untuk masuk seekolah reguler atau sekolah khusus
Ada pengaruh finansial dari kehadiran anak tunagrahita terhadap keluarga
Ibu membutuhkan waktu lebih banyak untuk membantu anaknya yang tunagrahita
Pengalaman ibu ketika pertama kali didiagnosa sebagai anak tunagrahita
Tingkat penerimaan ibu terhadap anaknya yang tunagrahita
Dampak dari memiliki anak taunagrahita terhadapa nilai kehidupan dan ada dampak dari keyakinan agama si ibu dalam mempersepsi anak tunagrahita.
Berikut ini adalah coping strategy yang dilakukan orang tua anak tunagrahita:
Kerlibatan ibu dengan anak tunagrahita memberikan rasa kontrol
Bekerja sama dengan profesional (guru/dokter) untuk memperoleh informasi atau dukungan emosional
Dukungan dari orang tua anak tunagrahita lainnya
Ada kepedulian dari satu orang tua kepada orang tua lainya ketika misalnya ada orang tua yang masuk rumah sakit, maka anaknya yang tunagrahita diurus oleh orang tua lain.
Keterlibatan ayah dalam mengasuh anak tunagrahita menjadi sangat berarti ketika ibu sedang bekerja
Dukungan keluarga besar (extended family) tidak terlalu berarti dalam mengasuh anak tunagrahita
Berpasrah diri pada realitas yang dihadapi bahwa anaknya tunagrahita
Perasaan humor
Sering membicarakan anaknya dengan orang lain
Kesimpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perasaan orang tua dalam hal ibu dari anak tunagrahita dan mengetahui coping strategy yang digunakan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup anak tunagrahita dengan meng-asesmen kebutuhan-kebutuhan dari orang yang mengasuh anak tunagrahita (ibu anak tunagrahita). Kebutuhan seorang ibu anak tunagrahita didefinisikan dalam dua kategori, pertama perasaan seorang ibu yang memiliki anak tunagrahita, kedua strategi yang digunakan agar coping dengan anaknya yang tunagrahita.
Penelitian ini bersifat eksploratif untuk kepentingan penelitain lebih lanjut dalam rangka memperbaiki kualitas hidup anak tunagrahita pada masa yang akan datang. Untuk dapat melakukan generalisasi dari penelitian ini, diperlukan ukuran sampel yang lebih besar.
Rona Newmark
And
Lesley Le Grange
University of Stellenbosch
Diterjemahkan oleh: Zaenal Alimin
Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
Sekolah Pascasarjana Uniersitas Pendidikan Indonesia
Bandung
Abstrak
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengekplorasi coping strategy yang dilakukan oleh 12 ibu dari anak tunagrahita. Penelitian ini merupakan bagian dari analisis kebutuhan kualitas hidup individu yang mengalami ketunagrahitaan pada level perkembangan yang berbeda. Partisipan penelitian ini diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam angket yang sudah divalidasi. Setelah itu partisipan diminta untuk mejawab pertanyaan-pertanyaan wawancara semi tersruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman dan perasaan partisipan dalam menghadapi anaknya yang tunagrahita meliputi: orang tua merasa marah, khawatir dan takut akan masa depan anaknya, takut anak ditolak oleh lingkungan, memiliki rasa bersalah, sedih, tetapi juga ada yang senang dan bangga. Dalam menghadapi kenyataan bahwa anak-anaknya tunagrahita, partisipan melakukan tindakan (coping strategy) yaitu mencoba berpikiran bijaksana, mencoba mencari dukukangan sosial dan emosi, ada juga yang menerima dengan pasrah. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan, sukar bagi orang tua untuk bisa menerima keadaan anaknya yang tunagrahita tanpa bantuan para profesional, orang tua membutuhkan dorongan semangat untuk memberdayakan diri mereka.
Akhir-akhir ini layanan bagi individu yang mengalami ketunagrahitaan dilandasi oleh HAM. Layanan bagi mereka tidak lagi bersipat institusional di panti tetapi dikembalikan kepada orang tua atau disebut dengan program de-institusionalisai. Oleh karena itu orang yang paling bertanggung jawab dalam penanganan anak tunagrahita berada di tangan orang tua, secara lebih khusus adalah ayah dan ibu.
Sehubungan dengan itu penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kualitas hidup anak atau individu tunagrahita yang berada di lingakungan keluarganya, dengan meng-asesmen perasaan orang tua dalam menghadapi anaknya yang tunagrahita dan coping strategy yang mereka gunakan.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama penelitain kuantitatif dan tahap kedua penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini terlebih dahulu dibentuk pilot group yang beraggotakan 4 orang partisipan dari orang tua anak tunagrahita di sekolah yang sama. Kelompok ini merupakan kelompok uji coba instrumen penelitian, yang menelaah sesitivitas bahasa yang digunakan, relevansi dari pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalan angket dengan konstek budaya. Berdasarkan uji coba inilah lahir isntrumen penelitian yang dianggap valid.
12 orang partisipan (orang tua anak tunagrahita) diminta untuk menjawab dua angket. Pertama, angket tentang QRS (Questionnaires on Resources and Stress), yang meliputi 51 pertanyaan benar salah yang fokus pada bagaimana perasaan orang tua memiliki anak tunagrahita. Angket kedua tentang mengungkapkan coping strategy yang digunakan oleh oang tua dalam menghadapi anaknya yang tunagrahita, yang disebur WC-R (Way Coping-Rivised), terdiri dari 46 butir dalam bentuk skala Likert. Pertanyaan-pertanyaan pada skala ini mengungkap coping strategy yang dipilih oleh orang tua. yaitu a) practical coping b) wishful thinking c) stoicism d) seeking emotional social support dan e) passive acceptance.
Hasil Penelitian
Data biografi menunjukkan bahwa rentang usia partisipan antara 36-37 tahun. 10 dari 12 partisipan menyatakan bahwa anaknya yang tunagrahita memiliki saudara kandung yang tinggal berama di rumah. Sementra 2 partisipan lainnya menyatakan bahwa anaknya adalah satus-atunya (anak tunggal). 11 dari 12 partisipan mempunyai pasangan. Afiliasi agama dari partisipan mayoritas,10 parisipan beragama kristen dan 2 orang muslim. Status pekerjaan dari partisipan adalah 6 partisipan bekerja full time, 2 partisipan bekerja part time, 3 orang sebagai ibu rumah tangga dan satu orang bekerja wirausaha bersama suaminya. Dilihat dari bahasa yang digunakan, 4 orang berbahasa Inggris, pengguna bahasa Afrika 5 orang dan penggunan bahasa Ingris dan Afrika 3 orang.
Hasil analisis kuantitatif dari QSR menunjukkan bahwa tidak semua perasaan orang tua yang bersifat unik dapat terungkap, hanya aspek-aspek yang bersifat umum saja yang dapat diketahui. Oleh karena itu data yang bersifat khas dan unik dari tiap partisipan tiungkap oleh instrumen yang kedua yaitu WC-R, yang berbentuk wawancara terstruktur. Pearasaan orang tua yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
Khawatir akan masa depan anaknya yang tunagrahita
Orang tua merasa kesulitan memahami kemampuan anaknya yang terbatas
Anak tunagrahita dianggap bukan sebagai masalah dalam keluaraga
Orang tua sering merasa khwatir tetapi tidak sampai depsresi.
Setelah menganalisis dua macam angket secara terpisah, maka dilakukan perbandingan analisis antara angket QSR dengan WC-R pada setiap partisipan. Data hasil analisis perbandingan dapat dijelaskan bebagai berikut:
Orang tua (ibu) menganggap bahwa dialah orang yang paling utama dalam mengasuh anaknya yang tunagrahita, setelah anak aga besar perlu mendapat bantuan dari ayahnya
Terdapat perhatian yang kontinues terhadap perkembangan anak tunagrahita dari orang tauanya
Persepsi ibu terhadap masa depan anaknya yang tunagrahita
Perasaan Ibu tentang anaknya yang tunagrahita untuk masuk seekolah reguler atau sekolah khusus
Ada pengaruh finansial dari kehadiran anak tunagrahita terhadap keluarga
Ibu membutuhkan waktu lebih banyak untuk membantu anaknya yang tunagrahita
Pengalaman ibu ketika pertama kali didiagnosa sebagai anak tunagrahita
Tingkat penerimaan ibu terhadap anaknya yang tunagrahita
Dampak dari memiliki anak taunagrahita terhadapa nilai kehidupan dan ada dampak dari keyakinan agama si ibu dalam mempersepsi anak tunagrahita.
Berikut ini adalah coping strategy yang dilakukan orang tua anak tunagrahita:
Kerlibatan ibu dengan anak tunagrahita memberikan rasa kontrol
Bekerja sama dengan profesional (guru/dokter) untuk memperoleh informasi atau dukungan emosional
Dukungan dari orang tua anak tunagrahita lainnya
Ada kepedulian dari satu orang tua kepada orang tua lainya ketika misalnya ada orang tua yang masuk rumah sakit, maka anaknya yang tunagrahita diurus oleh orang tua lain.
Keterlibatan ayah dalam mengasuh anak tunagrahita menjadi sangat berarti ketika ibu sedang bekerja
Dukungan keluarga besar (extended family) tidak terlalu berarti dalam mengasuh anak tunagrahita
Berpasrah diri pada realitas yang dihadapi bahwa anaknya tunagrahita
Perasaan humor
Sering membicarakan anaknya dengan orang lain
Kesimpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perasaan orang tua dalam hal ibu dari anak tunagrahita dan mengetahui coping strategy yang digunakan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup anak tunagrahita dengan meng-asesmen kebutuhan-kebutuhan dari orang yang mengasuh anak tunagrahita (ibu anak tunagrahita). Kebutuhan seorang ibu anak tunagrahita didefinisikan dalam dua kategori, pertama perasaan seorang ibu yang memiliki anak tunagrahita, kedua strategi yang digunakan agar coping dengan anaknya yang tunagrahita.
Penelitian ini bersifat eksploratif untuk kepentingan penelitain lebih lanjut dalam rangka memperbaiki kualitas hidup anak tunagrahita pada masa yang akan datang. Untuk dapat melakukan generalisasi dari penelitian ini, diperlukan ukuran sampel yang lebih besar.
Label: anak berkebutuhan khusus, autis
<< Beranda